foto: bertha/GARASInews
GARASInews - Jarimu, jerujimu. Berawal dari posting ujaran kebencian, berakhir di jeruji penjara. Begitulah nasib mereka yang belakangan menghina dan memaki presiden di media sosial.
Kasus paling terbaru, polisi menangkap Muhammad Farhan Balatif, remaja berusia 18 tahun. Menggunakan akun dengan nama Ringgo Abdullah, ia memuat dan menyebar ujaran kebencian dengan menghina Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di Facebook.
"Saat diringkus, pelaku mengaku menggunakan sarana internet dari jaringan WiFi milik Muhammad Reza, dengan cara membobol password," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Rina Sari Ginting di Medan, Selasa (22/8/2017). "Statusnya putus sekolah saat SMK kelas 1."
Meski putus sekolah, warga Jalan Bono, Kelurahan Glugur Darat 1, Medan ini menguasai dua bahasa asing secara pasif, yaitu Inggris dan Prancis.
Polisi menyatakan memiliki bukti telak untuk menjerat Farhan. Sebuah flashdisk 16 GB, berisi gambar-gambar Jokowi dan Kapolri yang sudah diedit, ditemukan di rumahnya.
Kepada polisi yang memeriksanya, Farhan mengaku menghina Presiden Jokowi dan Kapolri Tito Karnavian karena membenci banyak kebijakan pemerintah dan kinerja Polri.
"Itu alasannya. Tersangka juga mengaku tindakan yang dilakukannya atas keinginan sendiri," kata Kapolda Sumut Irjen Pol. Paulus Waterpau di Mapolda Sumut.
Namun, Waterpau mengatakan penyidik tak percaya begitu saja. Polisi masih mendalami dugaan adanya keterlibatan pihak lain dalam perkara ini.
"Ini kemauan saya sendiri. Kinerja polisi sangat lambat, banyak pungli. Kebijakan Jokowi juga. Banyak utang dan lapangan pekerjaan nggak ada. Saya kecewa, lalu timbul niat buat ini," Farhan mengaku.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengaku heran mendengar pengakuan Farhan yang menyatakan tidak puas atas kepemimpinan Jokowi. Sebab, Farhan masih remaja seumuran anak SMA. "Ya kalau nggak puas dia kan masih SMK. Apa sih yang nggak dipuaskan?"
Terorganisir?
Farhan bukan satu-satunya yang ditangkap aparat. Dalam kasus serupa, ada sejumlah tersangka lain yang sebelumnya telah ditangkap petugas Direktorat Siber Bareskrim Polri.
klik disini : (Game online pertama dan terpercaya diseluruh
Dari hasil pemeriksaan terhadap mereka, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol. Fadil Imran menengarai mereka mengunggah dan menyebarkan konten-konten ini termasuk yang menghasut sentimen SARA berdasarkan pesanan dari pihak tertentu.
Indikasi soal ini, kata Fadil, terlihat pada penangkapan Faizal Muhamad Tonong, 21 Juli 2017 lalu. Dari hasil interogasi, terungkap bahwa tersangka sengaja mengunggah konten berbau SARA, hate speech, maupun hoax, berdasarkan order.
"Umumnya pesanan," kata Fadil di Bareskrim Polri.
Hal yang sama didapati dalam pemeriksaan tersangka yang ditangkap sebelum Faizal, yakni Sri Rahayu Ningsih atau Sasmita.
Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, mengiyakan sinyalemen itu.
"Ada yang karena memang tidak suka, ada yang karena diorganisir jaringan tertentu," ujar Nukman saat dihubungi GARASInews "Jika didorong oleh jaringan yang sepaham dalam isu-isu tertentu, kemungkinan besar itu diorganisir."
Nukman mengingatkan saat ini undang-undang dan peraturan yang melarang penyebaran konten kebencian, SARA, atau pornografi, jelas-jelas sudah ada. Bahkan, sudah banyak yang terjerat.
"Memang banyak yang masih sembrono menyebarkan konten-konten terlarang itu karena berbagai faktor, antara lain karena menganggap dengan menggunakan akun palsu yang bersangkutan yakin tak bakal tertangkap," kata Nukman kepada Liputan6.com. Nukman memastikan, meski menggunakan akun palsu, polisi memiliki kemampuan melacak sosok di baliknya.
Mereka yang Terjerat
Penelusuran GARASInews mendapati ada setidaknya 10 tersangka ujaran kebencian terhadap presiden yang sudah ditangkap polisi. Ini daftarnya:
Farhan atau Ringgo Abdillah ditangkap Jumat pekan lalu di Medan Timur. Dalam penangkapan itu, polisi mengamankan laptop, 1 buah flashdisk 16 GB berisi gambar-gambar Presiden RI yang telah diedit, 3 unit ponsel, 1 unit router merek Huawai warna putih, dan 1 unit router Zyxel warna hitam.
Mantan siswa salah satu SMK di Medan itu telah ditetapkan sebagai tersangka, usai diperiksa di Markas Polrestabes Medan. Dia dijerat dengan pasal-pasal pidana termasuk UU ITE, dan terancam enam tahun penjara.
Polisi menangkap Jamil, juga karena menghina Presiden dan Kapolri. Dia diringkus pada 29 Desember 2016, pukul 08.30 WIB. Lelaki ini merupakan warga Bantaeng, Jalan Kebon Baru, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
"Sekitar pukul 06.00 WIB, anggota Polri yang sedang mengatur lalu lintas menemukan adanya tulisan menghina dan mencaci-maki Presiden Jokowi dan Kapolri. itu kemudian difoto dan di-share ke grup Polsek Cilincing," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara AKBP Yuldi Yuswan.
Polisi menangkap Jamil di pinggir jalan dekat rumahnya di Jl. Kebon Baru No. 24 RT10 RW10, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
klik disini : (Gabung dan Dapatkan Total Bonus Hingga 125%++)
Menggeledah rumahnya, polisi menyita berbagai barang bukti: satu kaleng cat pilox merek Diton warna hitam ukuran 300 cc, dua cat pilox merek Acrylic Epoxy warna putih ukuran 150 cc, dan satu cat pilox merek Acrylic Epoxy warna hitam ukuran 85 cc.
"Diduga cat itu yang digunakan pelaku untuk mencoret tadi. Belum diketahui apakah pria ini pura-pura gila, apa memang gila beneran. Ini masih diselidiki," kata Yuldi.
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Mabes Polri menangkap Ropi di Padang, Sumatera Barat, 27 Februari 2017 lalu. Dia dituduh telah mengunggah dan menyebarkan sejumlah tulisan dan gambar hasil editan di media sosial, yang dinilai merupakan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo.
Selain mengunggah gambar wajah Presiden Jokowi yang telah diedit, Ropi juga posting gambar wajah presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dan mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ropi dijerat pasal-pasal UU ITE, KUHP, dan UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Pria ini membuat marah Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Pamekasan dan Pimpinan Cabang GP Ansor Pamekasan, Jawa Timur; melalui beberapa status yang dia tulis di linimasa Facebook miliknya. Berbagai status Rizal pun mengandung kata-kata hinaan terhadap Presiden Jokowi.
Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Yulianus Paonganan, pemilik akun @ypaonganan, sebagai tersangka kasus penyebaran konten pornografi. Yulianus melalui akun Facebook dan Twitter miliknya menyebarkan sebuah foto Presiden Joko Widodo yang tengah duduk bersama artis Nikita Mirzani.
Di foto yang diunggahnya itu tertera tulisan #papadoyanl***e.
Kalimat ini dianggap polisi mengandung unsur pornografi. Yulianus atau yang biasa dipanggil Ongen dijerat dengan UU Anti Pornografi dan UU ITE, dan terancam hukuman penjara minimal 6 tahun atau maksimal 12 tahun serta denda minimal Rp 250 juta atau Rp 6 miliar.
Mabes Polri menyatakan Arsyad alias Imen (24) telah secara sengaja menghina Presiden Joko Widodo dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri di Facebook. Dia ditangkap di Ciracas, Jakarta Timur pada tanggal 23 Oktober 2014 dan dijerat UU Anti Pornografi dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara, dilapis pasal penghinaan di KUHP.
Perempuan ini ditangkap Satgas Patroli Siber Polri di Cianjur, Jawa Barat, dini hari pada 5 Agustus 2017 lalu. Sri ditangkap karena mengunggah pesan dan konten berbau permusuhan, SARA, dan kabar bohong (hoax), antara lain konten yang memicu kebencian SARA terhadap suku Sulawesi dan China, penghinaan terhadap presiden, parpol, ormas, hate speech, dan hoax.
Dalam perkara ini polisi melibatkan sejumlah ahli bahasa. Akibat ulahnya, Sri Rahayu kini dijerat UU ITE dan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Warga Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat ini ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, lantaran mengunggah konten yang dinilai menghina Presiden Jokowi dan Kapolri, di akun Facebook-nya.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran mengatakan konten yang diunggah Said juga mengandung unsur kebencian dan permusuhan SARA. "Post-nya mengandung unsur fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Presiden dan Kapolri," kata Fadil.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Izal, 21 Juli lalu. Sama seperti yang lain, dia juga dituduh menyebar ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menerangkan, "Selain menghina Presiden Jokowi, pelaku juga melakukan penghinaan terhadap partai, ormas, Polri dan kontennya berisi hate speech dan hoax."
Martinus menambahkan, pelaku mengunggah konten itu di sebuah akun Facebook bernama Faizal Muhamad Tonong.
Warga Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan ini diduga membuat dan mengunggah konten ujaran kebencian melalui sebuah akun Youtube bernama Prof. Tamim Pardede.
Dalam salah satu videonya yang berdurasi 3 menit 46 detik, Tamim menghina Presiden Jokowi, termasuk menantang Detasemen Khusus Anti Teror Polsi (Densus 88) untuk menangkap dan menembaknya.
Tamim ditangkap pada 6 Juni 2017.
"Ada juga video rekaman asli Tamim yang berbau SARA dan penghinaan terhadap pemerintah," ucap Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen M. Fadil Imran.
Fadil menambahkan aparat masih mendalami motif Tamim mengunggah video berbau SARA dan penghinaan tersebut. Tamim dijerat UU ITE.
Dan terbaru adalah ditangkap trio saracen, Sri rahayu Ningsih, Jasriyadi, dan bang Izal.
No comments:
Post a Comment