foto: bertha/GARASInews
Jakarta,GARASInews - Jakarta, Jumat, 22 Mei 1998. Suasana politik Ibu Kota masih terasa panas kala itu, sehari setelah Soeharto meletakkan jabatan dan menyerahkan kepada Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
Rencananya, hari itu pada pukul 08.00 WIB Presiden Habibie akan mengumumkan susunan kabinetnya di Istana Merdeka, Jakarta. Namun Habibie baru meninggalkan rumahnya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, menuju Istana Merdeka pada pukul 09.00 WIB.
Tiba di Istana Merdeka, Presiden Habibie masuk lewat pintu gerbang depan sebelah barat. Di depan tangga, Panglima ABRI kala itu, Jenderal Wiranto, meminta izin untuk melaporkan keadaan di lapangan pascakerusuhan di Jakarta dan sejumlah kota di Indonesia.
Namun Wiranto meminta laporan itu disampaikan secara empat mata. "Saya katakan bahwa saya tidak memiliki banyak waktu, karena sudah terlambat satu jam dan ini dapat menimbulkan spekulasi bahwa saya tidak berhasil membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan," kata Habibie seperti dikutip GARASInews dari buku 'Detik-detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi' (2006), Senin (31/7/2017).
"Saya persilakan Wiranto mengikuti saya ke ruang kerja Presiden di Istana Merdeka," lanjut Habibie.
Di ruang kerja Presiden, Wiranto melaporkan bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta bergerak menuju Ibu Kota. Ada konsentrasi pasukan di Kuningan dekat kediaman Habibie, ada pula di Istana Merdeka.
Habibie menyimpulkan bahwa Panglima Kostrad, yang kala itu dijabat Prabowo Subianto, telah bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Panglima ABRI.
"Sambil melihat ke jam tangan, saya tegaskan kepada Pangab, sebelum matahari terbenam, Pangkostrad harus sudah diganti dan kepada penggantinya diperintahkan agar semua pasukan di bawah Komando Pangkostrad harus segera ke basis satuan masing-masing," kata Habibie.
"Sebelum matahari terbenam?" tanya Wiranto kepada Habibie.
"Saya ulangi, sebelum matahari terbenam," jawab tegas Habibie.
Habibie kemudian mengakhiri pertemuannya dengan Wiranto karena dia akan mengumumkan susunan Kabinet Reformasi Pembangunan. Sore harinya, Wiranto menelepon BJ Habibie. Dia mengusulkan Panglima Divisi Siliwangi Mayjen Djamari Chaniago sebagai Pengkostrad.
Namun, karena kendala teknis, pelantikan Mayjen Djamari sebagai Pengkostrad tak bisa dilakukan sebelum matahari tenggelam. Pelantikan Pangkostrad baru bisa dilakukan keesokan harinya, Sabtu, 23 Mei 1998.
Selanjutnya, karena Prabowo sudah diberhentikan, jabatan Pangkostrad sementara akan dijabat oleh Asisten Operasi Pangab Letnan Jenderal Johny Lumintang.
Ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, mengungkap hal lain soal detik-detik berakhirnya karier Prabowo dari militer. Dalam sebuah buku berjudul 'Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, Sumitro Djojohadikusumo', Sumitro mengisahkan sulitnya posisi Prabowo di akhir era kepemimpinan Presiden Soeharto. Sumitro mengisahkan Soeharto memendam prasangka buruk bahwa Prabowo bersama BJ Habibie bersekongkol untuk menumbangkannya. Cerita semacam ini jadi spekulasi panas di awal tahun 1998.
Cerita miring tersebut meluas dengan cepat, dijelaskan Sumitro dalam bukunya, di luar istana terdapat barisan perwira ABRI yang cemburu terhadap melejitnya karier Letjen Prabowo. Salah satu yang tidak lagi menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap Prabowo, disebutkan Sumitro, adalah Pangab Jenderal Wiranto.
Sumitro menyebut Wiranto tak menyia-nyiakan peluang untuk mengempaskan Prabowo. Dalam buku tersebut dituliskan bahwa sekitar 21 Mei 1998 Wiranto mengeluh kepada Soeharto mengenai pergerakan Prabowo. Mendengar keluhan itu, Soeharto pun menginstruksikan agar Prabowo dicopot dari Kostrad. Namun pada akhirnya Habibie-lah yang mencopot Prabowo dari Pangkostrad.
SUMBER: WWW.GARASIGAMING.COM
No comments:
Post a Comment